Prosedur, Mekanisme dan Tahapan Pembentukan Peraturan Perundang-undangan di Indonesia
Program Legislasi Nasional yang selanjutnya disebut Prolegnas adalah instrumen perencanaan program pembentukan Undang-Undang yang disusun secara terencana, terpadu, dan sistematis. Perencanaan penyusunan Undang-Undang dilakukan dalam Prolegnas. Prolegnas merupakan skala prioritas program pembentukan Undang-Undang dalam rangka mewujudkan sistem hukum nasional. Penyusunan daftar Rancangan Undang-Undang didasarkan atas:
Prolegnas memuat program pembentukan Undang-Undang dengan judul Rancangan Undang-Undang, materi yang diatur, dan keterkaitannya dengan Peraturan Perundang-undangan lainnya. Materi yang diatur dan keterkaitannya dengan Peraturan Perundang-undangan lainnya merupakan keterangan mengenai konsepsi Rancangan Undang-Undang yang meliputi:
Materi yang diatur tersebut yang telah melalui pengkajian dan penyelarasan dituangkan dalam Naskah Akademik.
Penyusunan Prolegnas dilaksanakan oleh DPR dan Pemerintah. Prolegnas ditetapkan untuk jangka menengah dan tahunan berdasarkan skala prioritas pembentukan Rancangan Undang-Undang. Penyusunan dan penetapan Prolegnas jangka menengah dilakukan pada awal masa keanggotaan DPR sebagai Prolegnas untuk jangka waktu 5 (lima) tahun. Prolegnas jangka menengah dapat dievaluasi setiap akhir tahun bersamaan dengan penyusunan dan penetapan Prolegnas prioritas tahunan) Penyusunan dan penetapan Prolegnas prioritas tahunan sebagai pelaksanaan Prolegnas jangka menengah dilakukan setiap tahun sebelum penetapan Rancangan Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Penyusunan Prolegnas antara DPR dan Pemerintah dikoordinasikan oleh DPR melalui alat kelengkapan DPR yang khusus menangani bidang legislasi. Penyusunan Prolegnas di lingkungan DPR dikoordinasikan oleh alat kelengkapan DPR yang khusus menangani bidang legislasi dan dilakukan dengan mempertimbangkan usulan dari fraksi, komisi, anggota DPR, DPD, dan/atau masyarakat. ) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan Prolegnas di lingkungan DPR diatur dengan Peraturan DPR. Penyusunan Prolegnas di lingkungan Pemerintah dikoordinasikan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan Prolegnas di lingkungan Pemerintah diatur dengan Peraturan Presiden.
Hasil penyusunan Prolegnas antara DPR dan Pemerintah disepakati menjadi Prolegnas dan ditetapkan dalam Rapat Paripurna DPR dan dengan Keputusan DPR.
Dalam Prolegnas dimuat daftar kumulatif terbuka yang terdiri atas:
Rancangan Undang-Undang dapat berasal dari DPR atau Presiden. Rancangan Undang-Undang yang berasal dari DPR dapat berasal dari DPD. Rancangan Undang-Undang yang berasal dari DPR, Presiden, atau DPD harus disertai Naskah Akademik kecuali bagi Rancangan Undang-Undang mengenai:
Dikarenakan hal tersebut di atas perlu disertai dengan keterangan yang memuat pokok pikiran dan materi muatan yang diatur.
Penyusunan Naskah Akademik Rancangan UndangUndang dilakukan sesuai dengan teknik penyusunan Naskah Akademik. Rancangan Undang-Undang, baik yang berasal dari DPR maupun Presiden serta Rancangan UndangUndang yang diajukan DPD kepada DPR disusun berdasarkan Prolegnas. Rancangan Undang Undang yang diajukan DPD yang berkaitan dengan:
Rancangan Undang-Undang dari DPR diajukan oleh anggota DPR, komisi, gabungan komisi, atau alat kelengkapan DPR yang khusus menangani bidang legislasi atau DPD. Pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi Rancangan Undang-Undang yang berasal dari DPR dikoordinasikan oleh alat kelengkapan DPR yang khusus menangani bidang legislasi. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara mempersiapkan Rancangan Undang-Undang diatur dengan Peraturan DPR.
Rancangan Undang-Undang yang diajukan oleh Presiden disiapkan oleh menteri atau pimpinan lembaga pemerintah nonkementerian sesuai dengan lingkup tugas dan tanggung jawabnya. Dalam penyusunan Rancangan Undang-Undang, menteri atau pimpinan lembaga pemerintah nonkementerian terkait membentuk panitia antarkementerian dan/atau antarnonkementerian. Pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi Rancangan Undang-Undang yang berasal dari Presiden dikoordinasikan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara mempersiapkan Rancangan Undang-Undang diatur dengan Peraturan Presiden.
Rancangan Undang-Undang dari DPD disampaikan secara tertulis oleh pimpinan DPD kepada pimpinan DPR dan harus disertai Naskah Akademik. Usul Rancangan Undang-Undang disampaikan oleh pimpinan DPR kepada alat kelengkapan DPR yang khusus menangani bidang legislasi untuk dilakukan pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi Rancangan Undang-Undang. Alat kelengkapan DPR dalam melakukan pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi Rancangan Undang-Undang dapat mengundang pimpinan alat kelengkapan DPD yang mempunyai tugas di bidang perancangan Undang-Undang untuk membahas usul Rancangan Undang-Undang dan selanjutnya menyampaikan laporan tertulis mengenai hasil pengharmonisasian kepada pimpinan DPR untuk selanjutnya diumumkan dalam rapat paripurna.
Rancangan Undang-Undang dari DPR disampaikan dengan surat pimpinan DPR kepada Presiden. Presiden menugasi menteri yang mewakili untuk membahas Rancangan Undang-Undang bersama DPR dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak surat pimpinan DPR diterima. Dan selanjutnya menteri mengoordinasikan persiapan pembahasan dengan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum.
Rancangan Undang-Undang dari Presiden diajukan dengan surat Presiden kepada pimpinan DPR. Surat Presiden memuat penunjukan menteri yang ditugasi mewakili Presiden dalam melakukan pembahasan Rancangan Undang-Undang bersama DPR. DPR mulai membahas Rancangan Undang-Undang tersebut dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak surat Presiden diterima. Untuk keperluan pembahasan Rancangan UndangUndang di DPR, menteri atau pimpinan lembaga pemrakarsa memperbanyak naskah Rancangan Undang-Undang tersebut dalam jumlah yang diperlukan.
Apabila dalam satu masa sidang DPR dan Presiden menyampaikan Rancangan Undang-Undang mengenai materi yang sama, yang dibahas adalah Rancangan Undang-Undang yang disampaikan oleh DPR dan Rancangan Undang-Undang yang disampaikan Presiden digunakan sebagai bahan untuk dipersandingkan.
Pembahasan Rancangan Undang-Undang dilakukan oleh DPR bersama Presiden atau menteri yang ditugasi. Pembahasan Rancangan Undang Undang yang berkaitan dengan:
a. otonomi daerah;
b. hubungan pusat dan daerah;
c. pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah;
d. pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya; dan
e. perimbangan keuangan pusat dan daerah,
Pembahasan Rancangan Undang Undang tersebut dilakukan dengan mengikutsertakan DPD yang dilakukan hanya pada pembicaraan tingkat I dan diwakili oleh alat kelengkapan yang membidangi materi muatan Rancangan UndangUndang yang dibahas. DPD memberikan pertimbangan kepada DPR atas Rancangan Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Rancangan Undang-Undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama.
Pembahasan Rancangan Undang-Undang dilakukan melalui 2 (dua) tingkat pembicaraan, terdiri atas:
1) pembicaraan tingkat I dalam rapat komisi, rapat gabungan komisi, rapat Badan Legislasi, rapat Badan Anggaran, atau rapat Panitia Khusus yang dilakukan dengan kegiatan sebagai berikut:
2) pengantar musyawarah;
3) pembahasan daftar inventarisasi masalah, yang diajukan oleh;
4) penyampaian pendapat mini disampaikan pada akhir pembicaraan tingkat I oleh;
Dalam hal DPD tidak menyampaikan pandangan dan/atau pendapat mini, pembicaraan tingkat I tetap dilaksanakan. Dan dalam pembicaraan tingkat I dapat diundang pimpinan lembaga negara atau lembaga lain jika materi Rancangan Undang-Undang berkaitan dengan lembaga negara atau lembaga lain.
Dalam hal Rancangan Undang-Undang tidak mendapat persetujuan bersama antara DPR dan Presiden, Rancangan Undang-Undang tersebut tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan DPR masa itu.
Rancangan Undang-Undang dapat ditarik kembali sebelum dibahas bersama oleh DPR dan Presiden. Rancangan Undang-Undang yang sedang dibahas hanya dapat ditarik kembali berdasarkan persetujuan bersama DPR dan Presiden. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penarikan kembali Rancangan Undang-Undang diatur dengan Peraturan DPR.
Pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang dilaksanakan melalui mekanisme yang sama dengan pembahasan Rancangan Undang-Undang. Pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Pencabutan Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang dilaksanakan melalui mekanisme khusus yang dikecualikan dari mekanisme pembahasan Rancangan Undang-Undang. Ketentuan mengenai mekanisme khusus dilaksanakan dengan tata cara sebagai berikut:
a. Rancangan Undang-Undang tentang Pencabutan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang diajukan oleh DPR atau Presiden;
b. Rancangan Undang-Undang tentang Pencabutan sebagaimana dimaksud dalam huruf a diajukan pada saat Rapat Paripurna DPR tidak memberikan persetujuan atas Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang yang diajukan oleh Presiden; dan
c. Pengambilan keputusan persetujuan terhadap Rancangan Undang-Undang tentang Pencabutan sebagaimana dimaksud dalam huruf b dilaksanakan dalam Rapat Paripurna DPR yang sama dengan rapat paripurna penetapan tidak memberikan persetujuan atas Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tersebut.
Rancangan Undang-Undang yang telah disetujui bersama oleh DPR dan Presiden disampaikan oleh Pimpinan DPR kepada Presiden untuk disahkan menjadi Undang-Undang. Penyampaian Rancangan Undang-Undang dilakukan dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal persetujuan bersama. Rancangan Undang-Undang disahkan oleh Presiden dengan membubuhkan tanda tangan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak Rancangan Undang-Undang tersebut disetujui bersama oleh DPR dan Presiden. Dalam hal Rancangan Undang-Undang tidak ditandatangani oleh Presiden dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak Rancangan Undang-Undang tersebut disetujui bersama, Rancangan Undang-Undang tersebut sah menjadi Undang-Undang dan wajib diundangkan. Dalam hal sahnya Rancangan Undang-Undang menggunakan kalimat pengesahannya berbunyi: Undang-Undang ini dinyatakan sah berdasarkan ketentuan Pasal 20 ayat (5) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, maka kalimat tersebut harus dibubuhkan pada halaman terakhir Undang-Undang sebelum pengundangan naskah Undang-Undang ke dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Dalam setiap Undang-Undang harus dicantumkan batas waktu penetapan Peraturan Pemerintah dan peraturan lainnya sebagai pelaksanaan UndangUndang tersebut namun bila penetapan Peraturan Pemerintah dan peraturan lainnya yang diperlukan dalam penyelenggaraan pemerintahan tidak atas perintah suatu UndangUndang maka ketentuan tersebut dikecualikan.
- perintah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
- perintah Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
- perintah Undang-Undang lainnya;
- sistem perencanaan pembangunan nasional;
- rencana pembangunan jangka panjang nasional;
- rencana pembangunan jangka menengah;
- rencana kerja pemerintah dan rencana strategis DPR; dan
- aspirasi dan kebutuhan hukum masyarakat.
Prolegnas memuat program pembentukan Undang-Undang dengan judul Rancangan Undang-Undang, materi yang diatur, dan keterkaitannya dengan Peraturan Perundang-undangan lainnya. Materi yang diatur dan keterkaitannya dengan Peraturan Perundang-undangan lainnya merupakan keterangan mengenai konsepsi Rancangan Undang-Undang yang meliputi:
- latar belakang dan tujuan penyusunan;
- sasaran yang ingin diwujudkan; dan
- jangkauan dan arah pengaturan.
Materi yang diatur tersebut yang telah melalui pengkajian dan penyelarasan dituangkan dalam Naskah Akademik.
Penyusunan Prolegnas dilaksanakan oleh DPR dan Pemerintah. Prolegnas ditetapkan untuk jangka menengah dan tahunan berdasarkan skala prioritas pembentukan Rancangan Undang-Undang. Penyusunan dan penetapan Prolegnas jangka menengah dilakukan pada awal masa keanggotaan DPR sebagai Prolegnas untuk jangka waktu 5 (lima) tahun. Prolegnas jangka menengah dapat dievaluasi setiap akhir tahun bersamaan dengan penyusunan dan penetapan Prolegnas prioritas tahunan) Penyusunan dan penetapan Prolegnas prioritas tahunan sebagai pelaksanaan Prolegnas jangka menengah dilakukan setiap tahun sebelum penetapan Rancangan Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Penyusunan Prolegnas antara DPR dan Pemerintah dikoordinasikan oleh DPR melalui alat kelengkapan DPR yang khusus menangani bidang legislasi. Penyusunan Prolegnas di lingkungan DPR dikoordinasikan oleh alat kelengkapan DPR yang khusus menangani bidang legislasi dan dilakukan dengan mempertimbangkan usulan dari fraksi, komisi, anggota DPR, DPD, dan/atau masyarakat. ) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan Prolegnas di lingkungan DPR diatur dengan Peraturan DPR. Penyusunan Prolegnas di lingkungan Pemerintah dikoordinasikan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan Prolegnas di lingkungan Pemerintah diatur dengan Peraturan Presiden.
Hasil penyusunan Prolegnas antara DPR dan Pemerintah disepakati menjadi Prolegnas dan ditetapkan dalam Rapat Paripurna DPR dan dengan Keputusan DPR.
Dalam Prolegnas dimuat daftar kumulatif terbuka yang terdiri atas:
- pengesahan perjanjian internasional tertentu;
- akibat putusan Mahkamah Konstitusi;
- Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
- pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah Provinsi dan/atau Kabupaten/Kota; dan
- penetapan/pencabutan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang.
- untuk mengatasi keadaan luar biasa, keadaan konflik, atau bencana alam; dan
- keadaan tertentu lainnya yang memastikan adanya urgensi nasional atas suatu Rancangan Undang-Undang yang dapat disetujui bersama oleh alat kelengkapan DPR yang khusus menangani bidang legislasi dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum.
Rancangan Undang-Undang dapat berasal dari DPR atau Presiden. Rancangan Undang-Undang yang berasal dari DPR dapat berasal dari DPD. Rancangan Undang-Undang yang berasal dari DPR, Presiden, atau DPD harus disertai Naskah Akademik kecuali bagi Rancangan Undang-Undang mengenai:
- Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
- penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang menjadi Undang-Undang; atau
- pencabutan Undang-Undang atau pencabutan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang.
Dikarenakan hal tersebut di atas perlu disertai dengan keterangan yang memuat pokok pikiran dan materi muatan yang diatur.
Penyusunan Naskah Akademik Rancangan UndangUndang dilakukan sesuai dengan teknik penyusunan Naskah Akademik. Rancangan Undang-Undang, baik yang berasal dari DPR maupun Presiden serta Rancangan UndangUndang yang diajukan DPD kepada DPR disusun berdasarkan Prolegnas. Rancangan Undang Undang yang diajukan DPD yang berkaitan dengan:
- otonomi daerah;
- hubungan pusat dan daerah;
- pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah;
- pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya; dan
- perimbangan keuangan pusat dan daerah.
Rancangan Undang-Undang dari DPR diajukan oleh anggota DPR, komisi, gabungan komisi, atau alat kelengkapan DPR yang khusus menangani bidang legislasi atau DPD. Pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi Rancangan Undang-Undang yang berasal dari DPR dikoordinasikan oleh alat kelengkapan DPR yang khusus menangani bidang legislasi. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara mempersiapkan Rancangan Undang-Undang diatur dengan Peraturan DPR.
Rancangan Undang-Undang yang diajukan oleh Presiden disiapkan oleh menteri atau pimpinan lembaga pemerintah nonkementerian sesuai dengan lingkup tugas dan tanggung jawabnya. Dalam penyusunan Rancangan Undang-Undang, menteri atau pimpinan lembaga pemerintah nonkementerian terkait membentuk panitia antarkementerian dan/atau antarnonkementerian. Pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi Rancangan Undang-Undang yang berasal dari Presiden dikoordinasikan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara mempersiapkan Rancangan Undang-Undang diatur dengan Peraturan Presiden.
Rancangan Undang-Undang dari DPD disampaikan secara tertulis oleh pimpinan DPD kepada pimpinan DPR dan harus disertai Naskah Akademik. Usul Rancangan Undang-Undang disampaikan oleh pimpinan DPR kepada alat kelengkapan DPR yang khusus menangani bidang legislasi untuk dilakukan pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi Rancangan Undang-Undang. Alat kelengkapan DPR dalam melakukan pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi Rancangan Undang-Undang dapat mengundang pimpinan alat kelengkapan DPD yang mempunyai tugas di bidang perancangan Undang-Undang untuk membahas usul Rancangan Undang-Undang dan selanjutnya menyampaikan laporan tertulis mengenai hasil pengharmonisasian kepada pimpinan DPR untuk selanjutnya diumumkan dalam rapat paripurna.
Rancangan Undang-Undang dari DPR disampaikan dengan surat pimpinan DPR kepada Presiden. Presiden menugasi menteri yang mewakili untuk membahas Rancangan Undang-Undang bersama DPR dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak surat pimpinan DPR diterima. Dan selanjutnya menteri mengoordinasikan persiapan pembahasan dengan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum.
Rancangan Undang-Undang dari Presiden diajukan dengan surat Presiden kepada pimpinan DPR. Surat Presiden memuat penunjukan menteri yang ditugasi mewakili Presiden dalam melakukan pembahasan Rancangan Undang-Undang bersama DPR. DPR mulai membahas Rancangan Undang-Undang tersebut dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak surat Presiden diterima. Untuk keperluan pembahasan Rancangan UndangUndang di DPR, menteri atau pimpinan lembaga pemrakarsa memperbanyak naskah Rancangan Undang-Undang tersebut dalam jumlah yang diperlukan.
Apabila dalam satu masa sidang DPR dan Presiden menyampaikan Rancangan Undang-Undang mengenai materi yang sama, yang dibahas adalah Rancangan Undang-Undang yang disampaikan oleh DPR dan Rancangan Undang-Undang yang disampaikan Presiden digunakan sebagai bahan untuk dipersandingkan.
Pembahasan Rancangan Undang-Undang dilakukan oleh DPR bersama Presiden atau menteri yang ditugasi. Pembahasan Rancangan Undang Undang yang berkaitan dengan:
a. otonomi daerah;
b. hubungan pusat dan daerah;
c. pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah;
d. pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya; dan
e. perimbangan keuangan pusat dan daerah,
Pembahasan Rancangan Undang Undang tersebut dilakukan dengan mengikutsertakan DPD yang dilakukan hanya pada pembicaraan tingkat I dan diwakili oleh alat kelengkapan yang membidangi materi muatan Rancangan UndangUndang yang dibahas. DPD memberikan pertimbangan kepada DPR atas Rancangan Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Rancangan Undang-Undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama.
Pembahasan Rancangan Undang-Undang dilakukan melalui 2 (dua) tingkat pembicaraan, terdiri atas:
1) pembicaraan tingkat I dalam rapat komisi, rapat gabungan komisi, rapat Badan Legislasi, rapat Badan Anggaran, atau rapat Panitia Khusus yang dilakukan dengan kegiatan sebagai berikut:
2) pengantar musyawarah;
- DPR memberikan penjelasan dan Presiden menyampaikan pandangan jika Rancangan Undang-Undang berasal dari DPR;
- DPR memberikan penjelasan serta Presiden dan DPD menyampaikan pandangan jika Rancangan Undang-Undang yang berkaitan dengan kewenangan DPD berasal dari DPR;
- Presiden memberikan penjelasan dan fraksi memberikan pandangan jika Rancangan UndangUndang berasal dari Presiden; atau
- Presiden memberikan penjelasan serta fraksi dan DPD menyampaikan pandangan jika Rancangan Undang-Undang yang berkaitan dengan kewenangan DPD berasal dari Presiden.
3) pembahasan daftar inventarisasi masalah, yang diajukan oleh;
- Presiden jika Rancangan Undang-Undang berasal dari DPR; atau
- DPR jika Rancangan Undang-Undang berasal dari Presiden dengan mempertimbangkan usul dari DPD sepanjang terkait dengan kewenangan DPD
4) penyampaian pendapat mini disampaikan pada akhir pembicaraan tingkat I oleh;
- fraksi;
- DPD, jika Rancangan Undang-Undang berkaitan dengan kewenangan DPD; dan
- Presiden.
Dalam hal DPD tidak menyampaikan pandangan dan/atau pendapat mini, pembicaraan tingkat I tetap dilaksanakan. Dan dalam pembicaraan tingkat I dapat diundang pimpinan lembaga negara atau lembaga lain jika materi Rancangan Undang-Undang berkaitan dengan lembaga negara atau lembaga lain.
- pembicaraan tingkat II dalam rapat paripurna, merupakan pengambilan keputusan dalam rapat paripurna dengan kegiatan:
- penyampaian laporan yang berisi proses, pendapat mini fraksi, pendapat mini DPD, dan hasil pembicaraan tingkat I;
- pernyataan persetujuan atau penolakan dari tiaptiap fraksi dan anggota secara lisan yang diminta oleh pimpinan rapat paripurna. Dalam hal persetujuan tidak dapat dicapai secara musyawarah untuk mufakat, pengambilan keputusan dilakukan berdasarkan suara terbanyak.; dan
- penyampaian pendapat akhir Presiden yang dilakukan oleh menteri yang ditugasi.
Dalam hal Rancangan Undang-Undang tidak mendapat persetujuan bersama antara DPR dan Presiden, Rancangan Undang-Undang tersebut tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan DPR masa itu.
Rancangan Undang-Undang dapat ditarik kembali sebelum dibahas bersama oleh DPR dan Presiden. Rancangan Undang-Undang yang sedang dibahas hanya dapat ditarik kembali berdasarkan persetujuan bersama DPR dan Presiden. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penarikan kembali Rancangan Undang-Undang diatur dengan Peraturan DPR.
Pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang dilaksanakan melalui mekanisme yang sama dengan pembahasan Rancangan Undang-Undang. Pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Pencabutan Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang dilaksanakan melalui mekanisme khusus yang dikecualikan dari mekanisme pembahasan Rancangan Undang-Undang. Ketentuan mengenai mekanisme khusus dilaksanakan dengan tata cara sebagai berikut:
a. Rancangan Undang-Undang tentang Pencabutan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang diajukan oleh DPR atau Presiden;
b. Rancangan Undang-Undang tentang Pencabutan sebagaimana dimaksud dalam huruf a diajukan pada saat Rapat Paripurna DPR tidak memberikan persetujuan atas Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang yang diajukan oleh Presiden; dan
c. Pengambilan keputusan persetujuan terhadap Rancangan Undang-Undang tentang Pencabutan sebagaimana dimaksud dalam huruf b dilaksanakan dalam Rapat Paripurna DPR yang sama dengan rapat paripurna penetapan tidak memberikan persetujuan atas Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tersebut.
Rancangan Undang-Undang yang telah disetujui bersama oleh DPR dan Presiden disampaikan oleh Pimpinan DPR kepada Presiden untuk disahkan menjadi Undang-Undang. Penyampaian Rancangan Undang-Undang dilakukan dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal persetujuan bersama. Rancangan Undang-Undang disahkan oleh Presiden dengan membubuhkan tanda tangan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak Rancangan Undang-Undang tersebut disetujui bersama oleh DPR dan Presiden. Dalam hal Rancangan Undang-Undang tidak ditandatangani oleh Presiden dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak Rancangan Undang-Undang tersebut disetujui bersama, Rancangan Undang-Undang tersebut sah menjadi Undang-Undang dan wajib diundangkan. Dalam hal sahnya Rancangan Undang-Undang menggunakan kalimat pengesahannya berbunyi: Undang-Undang ini dinyatakan sah berdasarkan ketentuan Pasal 20 ayat (5) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, maka kalimat tersebut harus dibubuhkan pada halaman terakhir Undang-Undang sebelum pengundangan naskah Undang-Undang ke dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Dalam setiap Undang-Undang harus dicantumkan batas waktu penetapan Peraturan Pemerintah dan peraturan lainnya sebagai pelaksanaan UndangUndang tersebut namun bila penetapan Peraturan Pemerintah dan peraturan lainnya yang diperlukan dalam penyelenggaraan pemerintahan tidak atas perintah suatu UndangUndang maka ketentuan tersebut dikecualikan.
Comments
Post a Comment