Hak-Hak Atas Tanah dalam UUPA Hukum Agraria
BAB
I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang
Tanah merupakan kebutuhan hidup manusia yang sangat
mendasar. Manusia hidup serta melakukan aktivitas di atas tanah sehingga setiap
saat manusia selalu berhubungan dengan tanah. Dapat dikatakan, hampir semua
kegiatan hidup manusia baik secara langsung maupun tidak langsung selalu
memerlukan tanah.
Bahkan bagi sebagian besar masyarakat, tanah dianggap
sebgai sesuatu yang sacral, karena disana terdapat simbol status sosial yang
dimilikinya.
Dengan demikian, mengingat arti pentingnya tanah bagi
kelangsungan hidup masyarakat, maka diperlukan peraturan yang lengkap dalam hal
penggunaan, pemanfaatan, pemilikan dan perbuatan hukum yang berkaitan dengan
hal tersebut. Maka dari itu dibentuk Undang-Undang NO. 5 Tahun 1960, tentang
Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang biasa disebut Undang-Undang Pokok
Agraria (UUPA).
Dalam UUPA terdapat beberapa ketentuan mengenaihak-hak
atas tanah, maka pemakalah akan menbahaa apa sajakah hak-hak atas tanah yan
terdapat dalam Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA).
- Rumusan
Masalah
1.
Apa sajakah hak-hak atas tanah yang
terdapat dalam Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA)?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Hak-Hak atas Tanah dalam
Undang-Undang Pokok Agraraia (UUPA)
Macam-macam
hak atas tanah dimuat dalam pasal 16 Jo. pasal 53 UUPA, yang dikelompokan
menjadi 2 bidang, yaitu:
1.
Hak atas tanah yang bersifat tetap.
Hak-hak atas
tanah ini akan tetap ada selama UUPA masih berlaku atau belum dicabut dengan
undang-undang yang baru.
Contoh: Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai ,
Hak Sewa untuk Bangunan dan Hak Memungut Hasil Hutan.
2.
Hak atas tanah yang bersifat sementara.
Hak atas tanah
ini sifatnya sementara, dalam waktu yang singkat akan dihapus dikarenakan
mengandung sifat-sifat pemerasan, feodal dan bertentangan dengan jiwa UUPA.
Contoh: Hak Gadai, Hak
Usaha Bagi Hasil, Hak Menumpang, dan Hak Sewa Tanah Pertanian.
Dari Segi asal tanahnya, hak atas tanah
dibedakan menjadi 2 kelompok, yaitu :
Yaitu hak yang langsung diberikan oleh negara kepada
pemegang haknya yang meliputi:
a.
Hak milik yang merupakan hak terkuat dan terpenuh dan bisa
dimiliki turun temurun tanpa ada batas waktu berakhirnya. Diatasnya bisa
dibebani oleh hak-hak sekunder yang lebih rendah seperti HGB, HGU, Hak Pakai, Hak
Sewa dan Hak Numpang karang.
b.
Hak Guna Bangunan (HGB) adalah hak yang diberikan oleh negara
untuk dapat mendirikan bangunan di atas tanah-tanah yang dikuasai oleh negara
untuk jangka waktu tertentu yaitu maksimal 30 tahun dan dapat diperpanjang
selama 20 tahun. Jika sudah lewat pengguna hak ini dapat mengajukan pembaruan
hak selama 30 tahun lagi.
c.
Hak Guna Usaha (HGU) adalah hak yang diberikan oleh negara
untuk mengolah/ mengusahakan tanah-tanah tertentu dengan luas minimal 5 ha dan
biasanya digunakan untuk perkebunan dan pertanian.
d.
Hak Pakai terdiri dua macam: Hak Pakai atas tanah negara yang dikuasai
langsung oleh negara dan tidak memiliki nilai ekonomis yaitu Hak
Pakai atas tanah negara bagi instansi-instansi pemerintah spt TNI, departemen,
kantor perwakilan negara lain (kedutaan besar/ konsulat); Hak Pakai atas tanah negara yang memiliki nilai ekonomis, maksudnya
bisa diperjualbelikan atau dialihkan kepada orang/ pihak lainnya.
2)
Hak Sekunder (Derivatif)
Yaitu hak yang
timbul atau dibebankan diatas hak atas tanah yang sudah ada. Hak ini bisa
timbul karena perjanjian antara pemilik tanah sebagai pemegang hak primer dan
calon pemegang Hak Sekunder.
Yang termasuk hak atas tanah
ini antara lain:
a. Hak sekunder yang ditumpangkan di atas hak lain yang
memiliki derajat yang lebih tinggi misalnya HGB/HGU/Hak Pakai di atas tanah Hak
Milik
b. Hak Sewa di atas tanah Hak Milik/ HGB/
HG/ Hak Pengelolaan atas tanah negara
c. Hak Sewa atas tanah pertanian
d. Hak membuka tanah dan memungut hasil hutan
e. Hak usaha bagi hasil
f. Hak menumpang (Hak Numpang Karang)
g. Hak Jaminan atas tanah,yang terdiri dari gadai dan hak
tanggungan.
Penjelasan mengenai hal diatas maka akan diuraikan
sebaabagi berikut :
A.1 Hak
Milik
Hak milik dalam pengertian Hukum Barat bersifat mutlak. Hal ini sesuai
denganpaham yang mereka anut yaitu, individualisme, dimana kepentingan individu
menonjol. Dimana kekuasaan individu diberi kekuasaan bebas dan penuh terhadap
tanah miliknya dan tidak dapat diganggu gugat, ketenutuan yang demikian
bahwasanya pengetian Hukum Tanah Barat tidak memiliki fungsi sosial.
Didalam
ketentuan UUPA hal tersebut tidak dibenarkan bahwasnya dalam pasal 6 UUPA “
Semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial” pengetian hak milik atas tanah
dalam UUPA diatur dalam Bagian III Tentang Hak Milik Pasal 20 Ayat (1) “
Hak Milik adalah hak turun menurun, terkut dan terpenuh yang dapat dipunyai orang
tas tanah, dengan mengingat ketentuan pasal 6”.
Seseorang yang
memiliki tanah dengan status hak milik dapat digunakan sebebas bebasnya dengan
mengingat tidak boleh bertentangan dengan kepentingan publik atau kepentingan
umum. Faham dari fusi sosial ini berarti bahwa hak tas tanah apapun yang ada
pada seseorang tidak dibenarkan, bahwa tanahnya itu akan digunakan untuk
semata- mata kepentingan pribadinya sendiri. Penggunaan tanah harus disesuai
kan dengan keadaannya dan sifatnya dari haknya, hingga bermanfaat bagi
kesejahteraan dan kebahagiaan yang mempunyainya maupun bermanfaat pula bagi
masyarakat dan Negara. tapi dalam ketentuan tersebut tidak berarti, bahwa
kepentingan perseorangan akan terdesak sama sekali oleh kepentingan umum.
Kepentingan perorangan dan kepentingan publik atau masayarakat haruslah terbagi
menggimbangi, hingga pada akhirnya akan tercapai tujuan pokok :kemakmuran,
keadilan dan kebahagiaan bagi rakyat seluruhnya.
Pendirian hak
milik mempunyai fungsi sosial ini didasarkan pada pemikiran, bahwa hak milik
atas tanah tersebut perlu dibatasi dengan sungsi sosial dan tujuannya . dasar
hukum fungsi sosial tercantum di dalam pasal 33 ayat 3 UUD 45 “ Bumi dan air
seta kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikusai oelh negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat” sedangkan dasar hukum
pembatasannya terurai dalam Pasal 27 ayat 2 yang isinya “tiap – tiap warga
Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layal bagi kemanusiaan”
Kepemilikan hak
milik atas tanah (Subyek Hak Milik) tersebut hanya boleh di miliki oleh Warga
Negara Indonesia dan Badan Hukum Indonesia dengan, dalam terjadinya suatu hak
milik atas tanah dapat dijelaskan bahwa Hak Milik terjadi karena :
a.
Hukum
adat
Dalam
penjelasan Pasal 22 UUPA disebutkan bahwa sebagai misal terjadinya hak milik
menurut hukum adat ialah pembukaan tanah. Cara – cara itu akan diatur supaya
tidak terjadi hal – hal yang merugikan kepentingan umum dan negara.
b. Terjadinya Hak Milik Kareana Penetapan Pemerintah
Hak milik yang
terjadi oleh Pentapan Pemerintah itu diberikan oleh Instansi yang berwenang
menurut cara dan dengan syarat – syarat yang ditetapkan dengan peraturan –
peraturan pemeintah. Dengan demikian Pasal 22 Ayat 2 huurf a UUPA. Maka yang
diberikan dengan hak milik itu semula berstatus tanah negara. Hak Miik
itupun dapat diberikan perubahan dai pada yang sudah dipunyainya oleh pemohon,
misalnya hak guna usaha, hak una bangunan atau hak pakai samapai saat ini
peraturan itu tidak ada. Diperoleh secara orginair.oleh karena itu maka berdasarkan
pasal 56 masih dapat dipergunakan ketentuan – ketentuan yang berlaku sebelum
UUPA , yaitu Peraturan Mentri Muda Agraria No. 15 tahun 1959 tentang pemeberian
dan pembaharuan beberapa hak atas tanah serta pedoman mengenai tata cara kerja
bagi pejabat – pejabat yang bersangkutan. Yang tentu penggunaan ketentuan –
ketenuan peraturan tersebut harus disesuaikan dengan jiwa ketentuan – ketentuan
UUPA Pejabat – pejabat yang berwenang memeberikan hak milik pengaturannya
terdapat dalam PMDN No. 1 tahun 1967 tentang pembagian tugas dan wewenang
agraria. Instansi yang berwenang memeberikan hak milik adalah Mentri Dalam Neg
eri/ Dirjen Agraria, kecuali dalam hal – hal dimana wewenang untuk memeberikan
hak atas tanah dilimpahkan kepada Gubernur/Kepala daerah. Didalam hal tersebut
dibawah Gubernur /Kepala Daerah diberi wewenang hak milik.
·
Jika hak
diberikan kepada transmigran dan keluarganya
·
Jika pemberian
hak itu dilakukan di dalam rangkapelaksanan landreform
·
Jika hak itu
diberikan kepada bekas gogol tdak tetap, sepanjang tanahnya merupakan bekas
tanah golongan tidak tetap
·
Di luar hal –
hal tersebut diatas jika tanah diberikan dengan milik itu merupakan tanah
pertanian yang luasanya tidak lebih dari 5.000 meter persegi
c. Karena Undang – Undang
Ciri – Ciri Hak
Milik :
a)
Merupakan hak
atas tanah yang kuat. Bahkan menurut pasal 20 UUPA adalah yang terkuat,
artinya mudah hapus dan mudah dipertahankan terhadapa gangguan pihak lain
b)
Merupakan hak turun
menurun dan dapat beralih, artinya dapat dialihkan pada ahli waris yang berhak.
c) Dapat menjadi
hak induk, tetapi tidak dapat di perinduk
pada hak – hak tanah lainnya. Ini berarti hak
milik dapat di bebani dengan hak – hak atas tanah lainnya, seperti hak guna
usaha, hak pakai, hak sewa, hak gadai, hak usaha bagi hasil, hak menumpang
d) Dapat dijadikan jaminana utang dengan dibebani hipotik
e) Dapat dialihkan
haknya kepada orang lain, ditukar dengan benda lain dihibahkan dan diberikan
dengan wasiat
f) Dapat diwakafkan
g) Si pemilik mempunyai hak untukmenuntut kembali di tangan
siapapun benda itu berada.
Hapusnya Hak
Milik menurut pasal 27 yang menyatakan hak milik hapus bila :
A.
Tanahnya jatuh
pada Negara
1.
Karena
pencabutan hak berdasarkan pasal 18 (untuk kepentingan umum)
2.
Karena
penyerahan dengan sukarela oleh pemiliknya
B.
Karena
ditelantarkan
C.
Karena
ketentuan pasal 21 ayat 3 dan pasal 26 ayat 2 (pemilik merupakan Warba Negara
Asing)
D.
Tanahnya musnah
A.2 Hak Guna Usaha
Pengertian Hak
Guna Uusaha (HGU) dalam Bagian IV tentang Hak Guna saha pasal 28 Ayat (1)
adalah hak untuk mengusahakan tanah langsung oleh negara, dalam jangka waktu
sebagaimana tersebut dalam pasal 29, guna perusahaan pertanian, perikanan atau
perternakan.perbedaan dengan lainya yaitu pada hak guna usaha hanya dapat
diberikan untuk keperluan pertanian, perikanan atau perternakan yang luasanya
minimal 5 hektar dan dapat dibebani dengan hak tanggungan Jangka waktu yang
diberikan dalam Hak Guna Usaha paling lama 25 tahun dan dapat diperpanjang
selama 25 tahun, namun jangka waktu untuk pernaian yang memebutuhkan
waktu lama misalkan untuk pertanian kelapa sawit maka jangka waktu tersebut
paling lama 35 tahun dan dapat diperpanjang selama 25 tahun. Pihak yang dapat
mempunyai Hak Guna Usaha adalah (pasal 30) Warga Negara Indonesia dan badan hukum yang didirikan menurut
hukum indonesia dan berkedudukan di Indonesia.
Dari uraian
diatas makan dapat disimpulkan bahwa Hak Guna Usaha memuyai Ciri – cirinya
sebagai berikut :
a.
Hak Guna Usaha
tidak sekuat dengan Hak Milik, namun hak guna usaha tergolong
hak atas tanah yang kuat. Artinya tidak mudah dihapus dan mudah dipertahankan
tehadap gangguan pihak lain. Oleh karenanya hak guna usaha termasuk
salah satu hak yang wajib didaftarkan.
b.
Hak Guna Usaha
dapat beralih artinya dapat diwariskan kepada ahli waris yang mempuyai hak
c.
Jangka waktu
kepemilikan hak guna usaha terbatas
d.
Hak guna usaha dapat
dialihkan kepada pihak lain
e.
Hak guna usaha dapat
dilepaskan hingga tanhnya menjadi tanah negara
f.
Hak guna usaha dapat
dilaihkan kepada pihak lain.
Hapusnya Hak
Guna Usaha hapus karena (pasal 34) :
a.
Jangka waktunya
berakhir
b.
Dihentikan
jangka waktunya berakhir karena sesuatu syarat tidak dipenuhi
c.
Dilepaskan pleh
pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir
d.
Dicabut untuk
kepentingan umum
e.
Di telantarkan
f.
Tanahnya musnah
g.
Ketentuan dalam
Pasal 30 Ayat (2) (Mengenai Subyek Hak Guna Usaha)
A.3 Hak Guna Bangunan
Ketentuan umum. Ketentuan menegnai Hak Guna Bangunan (HGB)
disebutkan dalam Pasal 16 ayat (1) huruf c, 35 s/d 40, 50 ayat (2) UUPA dan
Pasal 19 s/d 38 PP No. 40/1996). Pengertian HGB adalah hak untuk mendirikan dan
mempunyai bangunan yang bukan miliknya sendiri dengan jangka waktu tertentu.
Subyek HGB. Yang dapat mempunyai HGB menurut Pasal 36 UUPA
Jo. Pasal 19 PP No. 40/1996, adalah:
1. Warga Negara
Indonesia.
2. Badan Hukum
yang didirkan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia
Asal atau obyek tanah HGB. HGB berasal dari tanah yang
dikuasai langsung oleh negara, tanah Hak Pengelolaan atau tanah milik orang
lain (lihat Pasal 39 UUPA dan Pasal 21 PP No. 40/1996).
Terjadinya HGB. HGB dapat terjadi karena;
1. Penetapan
Pemerintah (tanah negara dan tanah Hak Pengelolaan).
2. Perjanjian
pemberian oleh pemegang Hak Milik dengan akta yang dibuat oleh PPAT.
3. Undang-undang,
ketentuan tentang Konversi
Jangka waktu HGB berbeda sesuai dengan asal tanahnya, sbb:
1. HGB atas
tanah negara dan tanah Hak Pengelolaan berjangka waktu untuk pertama kali
paling lama 30 tahun, dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 20
tahun, dan dapat diperbarui untuk jangka waktu paling lama 30 tahun.
2. HGB atas
tanah Hak Milik berjangka waktu paling lama 30 tahun, tidak ada perpanjangan
waktu. Namun, atas kesepakatan antara pemilik tanah dengan pemegang HGB dapat
diperbarui dengan pemberian HGB baru dengan akta yang dibuat oleh PPAT dan
wajib didaftarkan pada kantor BPN setempat.
Kewajiban pemegang HGB (lihat Pasal 30 dan Pasal 31 PP No.
40/1996):
• Membayar
uang pemasukan kepada negara.
• Menggunakan
tanah sesuai peruntukkannya.
• Memelihara
dengan baik tanah dan bangunan yang ada di atasnya serta menjaga kelestarian
lingkungan hidup.
• Menyerahkan
kembali tanah yang diberikan dengan HGB kepada negara, pemegang Hak Pengelolaan
atau pemegang Hak Milik sesudah HGB hapus.
• Menyerahkan
sertifikat HGB yang telah hapus kepada kepala Kantor Pertanahan.
• Memberikan
jaln keluar atau jalan air atau kemudahan lain bagi pekarangan atau bidang
tanah yang terkuryng oleh tanah HGB.
Hak pemegang HGB (lihat Pasal 32 PP No. 40.1996)
• Menguasai
dan mempergunakan tanah selama waktu tertentu.
• Mendirikan
dan mempunyai bangunan untuk keperluan pribadi atau usahanya.
• Mengalihkan
hak tersebut kepada pihak lain.
• Membebani
dengan Hak Tanggungan
Sifat dan ciri-ciri HGB.
a. Tergolong
hak yang wajib didaftarkan menurut PP No. 24/1997.
b. Dapat
diwariskan.
c. Dapat
dialihkan , seperti jual beli, hibah, tukar-menukar, lelang, penyertaan modal.
d. Dapat
dilepaskan untuk kepentingan sosial.
e. Dapat
dijadikan jaminan hutang dengan dibebani Hak Tanggungan.
f. Haknya
mempunyai jangka waktu tertentu.
g. Dapat
berinduk pada hak atas tanah yang lain.
h. Peruntukkannya
terbatas.
Hapusnya HGB ( lihat Pasal 40 UUPA dan Pasal 35 PP No.
40/1996);
1. Jangka
waktunya berakhir.
2. Dibatalkan
oleh pejabat yang berwenang, pemegang Hak Pengelolaan atau pemegang Hak Milik
sebelum jangka waktu berakhir, karena;
o Tidak
dipenuhinya kewajiban-kewajiban pemegang hak dan atu dilanggarnya
ketentuan-ketentuan dalam HGB.
o Tidak
terpenuhinya syarat-syarat atau kewajiban-kewajiban yang tertuang dalam
perjanjian pemberian hak antara pemegang HGB dengan pemegang Hak Pengelolaan
atau pemegang Hak Milik.
o Putusan
pengadilan yang berkekuatan tetap.
3. Dilepaskan
secara suka rela oleh pemegang haknya.
4. Dicabut
untuk kepentingan umum.
5. Ditelantarkan.
6. Tanahnya
musnah.
7. Pemegang HGB
tidak memenuhi syarat sebagai subyek pemegang HGB.
A.4 Hak Pakai
Ketentuan umum.
Hak Pakai (HP) diatur dalam Pasal 16 ayat 9!) huruf d, 41 s/d 43, 50 ayat (2)
UUPA dan Pasal 39 s/d 58 PP No. 40/1996. Pengertian HP adalah hak untuk
menggunakan dan atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai oleh negara atau
tanah milik orang lain yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan
dalam keputusan pemberian haknya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya,
yang bukan perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan tanah (lihat
Pasal 41 (1) UUPA).
Subyek HP
(lihat Pasal 42 UUPA dan Pasal 39 PP No. 40/1996):
1. Warga Negara Indonesia.
2. Badan hukum yang didirikan menurut
hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.
3. Departemen, Lembaga Pemerintah Non
Departemen dan Pemerintah Daerah.
4. Badan-badan keagamaan dan sosial
5. Orang asing yang berkedudukan di
Indonesia (lihat PP No. 41/1996).
6. Badan hukum asing yang mempunyai
perwakilan di Indonesia.
7. Perwakilan negara asing dan perwakilan
badan internasional.
Asal atau obyek
HP (lihat Pasal 41 (1) PP No. 40/1996):
1. Tanah Negara.
2. Tanah Hak Pengelolaan.
3. Tanah Hak Milik.
Terjadinya HP.
HP dapat terjadi karena;
1. Penetapan Pemerintah (tanah negara dan
tanah Hak Pengelolaan).
2. Perjanjian pemberian oleh pemegang Hak
Milik dengan akta yang dibuat oleh PPAT.
3. Undang-undang, ketentuan tentang
Konversi
Jangka waktu HP
berbeda sesuai dengan asal tanahnya, (lihat Pasal 45 s/d 49 PP No. 40/1996)
sbb:
1. HP atas tanah negara dan tanah Hak
Pengelolaan berjangka waktu untuk pertama kali paling lama 25 tahun, dapat
diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 20 tahun, dan dapat diperbarui
untuk jangka waktu paling lama 20 tahun. Khusus HP yang dipunyai oleh
Departemen, Lembaga Non Departemen, Pemerintah Daerah, badan-badan keagamaan
dan sosial, perwakilan negara asing, dan perwakilan badan internasional
diberikan untuk jangka waktu yang tidak ditentukan selama tanahnya dipergunakan
untuk keperluan tertentu.
2. HP atas tanah Hak Milik berjangka waktu
paling lama 25 tahun, tidak ada perpanjangan waktu. Namun, atas kesepakatan
antara pemilik tanah dengan pemegang HP dapat diperbarui dengan pemberian HP
baru dengan akta yang dibuat oleh PPAT dan wajib didaftarkan pada kantor BPN
setempat.
Kewajiban
pemegang HP (lihat Pasal 50 dan Pasal 51 PP No. 40/1996):
1. Membayar uang pemasukan kepada negara,
perjanjian penggunaan tanah Hak Pengelolaan atau Hak Milik.
2. Menggunakan tanah sesuai peruntukkannya
sesuai keputusan pemberian haknya, perjanjian pengguanaan tanah Hak Pengelolaan
atau Hak Milik..
3. Memelihara dengan baik tanah dan
bangunan yang ada di atasnya serta menjaga kelestarian lingkungan hidup.
4. Menyerahkan kembali tanah yang
diberikan dengan HP kepada negara, pemegang Hak Pengelolaan atau pemegang Hak
Milik sesudah HP hapus.
5. Menyerahkan sertifikat HP yang telah
hapus kepada kepala Kantor Pertanahan.
6. Memberikan jaln keluar atau jalan air
atau kemudahan lain bagi pekarangan atau bidang tanah yang terkuryng oleh tanah
HP.
Hak pemegang HP
(lihat Pasal 52 PP No. 40.1996)
a. Menguasai dan mempergunakan tanah
selama waktu tertentu untuk keperluan pribadi atau usahanya.
b. Memindahkan hak tersebut kepada pihak
lain.
c. Membebani dengan Hak Tanggungan.
d. Menguasai dan menggunakan tanah untuk
janga waktu yang tidak ditentukan selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan
tertentu.
Sifat dan
ciri-ciri HP.
a. Tergolong hak yang wajib didaftarkan
menurut PP No. 24/1997.
b. Dapat diwariskan.
c. Dapat dialihkan , seperti jual beli,
hibah, tukar-menukar, lelang, penyertaan modal.
d. Dapat dilepaskan untuk kepentingan
sosial.
e. Dapat dijadikan jaminan hutang dengan
dibebani Hak Tanggungan.
f. Haknya mempunyai jangka waktu
tertentu.
g. Dapat berinduk pada hak atas tanah yang
lain.
h. Peruntukkannya terbatas.
Hapusnya HP (
lihat Pasal 55 PP No. 40/1996);
1) Jangka waktunya berakhir.
2) Dibatalkan oleh pejabat yang berwenang,
pemegang Hak Pengelolaan atau pemegang Hak Milik sebelum jangka waktu berakhir,
karena;
o Tidak dipenuhinya kewajiban-kewajiban
pemegang hak dan atu dilanggarnya ketentuan-ketentuan dalam HP.
o Tidak terpenuhinya syarat-syarat atau
kewajiban-kewajiban yang tertuang dalam perjanjian pemberian hak antara
pemegang HP dengan pemegang Hak Pengelolaan atau pemegang Hak Milik.
o Putusan pengadilan yang berkekuatan
tetap.
3) Dilepaskan secara suka rela oleh
pemegang haknya.
4) Dicabut untuk kepentingan umum.
5) Ditelantarkan.
6) Tanahnya musnah.
7) Pemegang HP tidak memenuhi syarat
sebagai subyek pemegang HP.
A.5 Hak Sewa
Pengertian Hak
Sewa untuk Bangunan adalah hak yang memberi wewenang untuk menggunakan tanah
milik orang lain dengan kewajiban membayar uang sewa.
Ciri- cirinya adalah:
1) Hak sewa bersifat sementara
2) Hak sewa bersifat pribadi dan tidak dialhkan kepada pihak
lain tanpa izin pemilik tanah
3) Sewa menyewa dapt diadakan dengan ketentuan jika penyewa
meninggal dunia hubungan sewa akan putus
4) Hak sewa tidak putus dengan dialihkanya hak milik yang
bersangkutan kepada pihak lain.
5) Hak sewa tidak dapat dijadikan jaminan utang dengan
dibebani hak tanggungan
6) Hak sewa dapat dilepaskan oleh penyewanya
7) Hak sewa merupakan hak yang tidak harus didaftarkan
menurut PP No. 10 tahun 1961
Yang dapat menjadi Subyek Hak Sewa
adalah:
o
Warga negara
Indonesia
o
Orang asing
yang berkedudukan di Indonesia
o
Badan hukum yan
didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia
o
Badan hukum
asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia
Hak sewa
terjadi karena adanya perjanjian antara pemilik tanah dan penyewa.
Hapusnya hak sewa :
o
Jangka waktu
berakhir
o
Dihentikan
sebelum jangka waktu berakhir karna suatu syarat tidak dipenuhi
o
Dilepaskan
o
Dicabut untuk
kepentingan umum
o
Tanahnya musnah
A.6 Hak Gadai
Hak gadai
merupakan hak memeberi wewenang kepasa pemegang gadai untuk menggunakan tanah
milik orang lain yang telah menerima uang gadai dari padanya. Subyek nya adalah
menurut hukum adat adalah hanya orang asli indonesia , tetapi di dalam UUPA
tidak membedakan Warganegara Indonesia asli atau Warga Negara Keturunan Asing.
Ciri- cirinya :
1.
Hak gadai
berakhir kalau dilakukan oleh yang menggadaikan, jika pemilik tanah meningal
hak utnuk menebuh berlih kepada warisnya.
2.
Hak gadai tidak
berakhir dengan meninggalnya pemegang gadai
3.
Hak gadai dapat
dibebani hak – hak atas tanah lain
4.
Hak gadai
dengan persetujuan pemilik tanah dapat dialihkan kepada pihak ketiga
5.
Hak gadai tidak
dihapus jika hak atas tanhnya dialihkan kepada pihak lain.
6.
Selama gadai
berlangsung atas persetujuan kedua belah pihak , uang gadai dapat ditambah
7.
Sebagai
lembaga, Hak gadai akan diahapus
8.
Hak gadai
termasuk hak yang di daftar menurut PP No. 10 tahun 1961
9.
Hak gadai
berlangsung selama belum dilakukan penebusan, kecuali jika yang digadaikan
Tanah Pertanian.
Pemegang gadai
berwenang mengadaikan tanahnya kepada pihak ketiga tanpa sepengetahuan ataupun
izin dari kepada pemilik tanah dan hak gadai dengan persetujuan pemilik tanah
dapat dialihkan kepada pihak ketiga, dalam artian bahwa hubungan gadai yang
semula menjadi putus dan digantikan dengan hubungan gadai yang baru antara
pemilik dengan pihak ketiga.
Hapusnya hak gadai :
a.
Telah dilakukan
penebusan oleh si pemberi gadai
b.
Sudah
berlangsung 7 tahun bagi gadai tanah pertanian
c.
Putusan
pengadilan dalam rangka menyelesaikan gadai dengan “milik beding”
d.
Dicabut untuk
kepentingan umum
e.
Tanahnya musnah
A.7 Hak Pengelolahan
Hak
pengelolahan adalah hak yang menyediakan tanah untuk keperluan pihak lain yang
dgunakan untuk mengatur dan penggunaan tanahnya, menggunakan untuk keperluan
pelaksana tugasnya, da memberikan bagian – bagiannya kepada pihak lain. Subyek
nya adalah BUMN, Pemerintah Daerah, Instansi Pemerintah, Lembaga Non
Departemen. Hak Pengelolahan tidak dapat dijadikan jaminan hutang dalam bentuk
apapun.
A.8 Hak Usaha Bagi Hasil
Hak Usaha Bagi
hasil adalah hak seseorang yang disebut penggarap untuk menyelenggarakan
usaha pertanian diatas tanah kepunyaan pihak lain yang disebut sebagai pemilik
tanah dengan perjanjian bahwa hasilnya akan dibagi anatara kedua belah pihak
menurut imbalan yang telah disetujui. Yang menjadi Subyek dalam Hak Usaha
Bagi Hasi adalh seorang petani Warganegara Indonesia. Didalam Peraturan
Pemerintah No. 2 tahun 1960 tentang Perjanjian Bagi Hasil dijelaskan bahwa
tanah yang dimagsud adalah tanah yang biasanya digunakan untuk pertanian.
Besarnya pembagian hasil dari Hak Usaha Bagi Hasil Besarnya bagian hasil-tanah
yang menjadi hak penggarap dan pemilik untuk tiap-tiap Daerah Swatantara
tingkat II ditetapkan oleh Bupati/Kepala Daerah Swatantra tingkat II yang
bersangkutan, dengan memperhatikan jenis tanaman, keadaan tanah, kepadatan
penduduk, zakat yang disisihkan sebelum dibagi dan faktor-faktor ekonomis serta
ketentuan-ketentuan adat setempat. (pasal 7 Undang – undang No 2 tahun 1960).
Di dalam
perjanjian Usaha Bagi Hasil sifatnya tertulis yang dihadapkan kepada Kepala
Desa dengan disaksikan oleh 2 orang saksi dari pihak pemilik dan penggarap jika
terjadi pelanggaran tersebut (Pasal 3) dapat dipidana dengan hukuman denda
sebesar Rp 10.000,- . Dari uraian diatas dapat dismpulkan ciri – ciri dari Hak
Usaha Bagi Hasil yaitu :
1.
Jangka waktu
dalam Hak Guna Usaha terbatas (Untuk sawah minimal 2 tahun dan untuk tanah
kering 5 tahun.
2.
Hak Usaha Bagi
Hasil tidak dapat dialihkan kepada pihak lain tanpa izin pemilik tanah
3.
Hak Usaha Bagi
Hasil tidak hapus dengan perpindahnya hak milik atas tanah yang bersangkutan
perpindah kepada pihak lain.
4.
Hak Usaha Bagi
Hasil tidak hapus jika penggarap meninggal, tetapi hak ini hapus jika pemilik
tanah meninggal
5.
Didaftarkan
kepada kepala desa
6.
Sebagai
lembaga, pada waktunya akan dihapus.
Sedangkan Hapusnya Hak Usaha Bagi Hasil
tersebut ialah :
a. Jangka Waktu Perjanjian bagi hasil telah berakhir
b. Tanahnya Musnah
c. Atas persetujuan kedua belah pihak yang bersangkutan dan
setelah mereka melaporkan kepada Kepala Desa.(Pasal 6 Ayat 1 Huruf a)
d. Tidak Mengusahakan tanah sebagai mana menstinya yang
diperjanjiakan dan harus melaui izin dari Kepala Desa. (Pasal 6 Ayat 1 huruf b
)
A.9 Hak Menumpang
Hak Menumpang
merupakan Hak yang memeberi wewenang kepada seseorang (MAGERSARI) untuk
mendirikan dan menempati rumah diatas tanah perkarangan orang lain.
Ciri – cirinya sebagai berikut :
1.
Hubungan hukum
antara Magersari dan pemilik tanah sangat lemah, dengan jangka waktu tidak
ditentukan, tetapi sewaktu – waktu dapat dihentikan
2.
Pemegang hak
menumpang tidak wajib membayar sewa
3.
Hak Menumpang
tidak di daftarkan
4.
Bersifat turun
menurun
5.
Tidak dapat
dialihkan kepada pihak lain
Perolehan
tanah melalui pemindahan hak
Perolehan tanah melalui pemindahan hak dilakukan apabila
tanah yang bersangkutan sudah dipunyai dengan hak atas tanah ‘yang sama
jenisnya’ dengan hak atas tanah yang dilakukan oleh perusahaan dalam
menjalankan usahanya, dengan ketentuan bahwa apabila perusahaan-perusahaan yang
bersangkutan menghendaki, hak atas tanah tersebut dapat juga dilepaskan untuk
kemudian dimohon hak sesuai ketentuan yang berlaku.
Perolehan
tanah melalui penyerahan atau pelepasan hak
Perolehan tanah melalui penyerahan atau pelepasan hak
dilakukan apabila tanah yang diperlukan dipunyai dengan Hak Milik atau hak lain
‘yang tidak sesuai’ dengan jenis hak yang diperlukan oleh perusahaan dalam
menjalankan usahanya, dengan ketentuan bahwa jika yang diperlukan adalah tanah
dengan Hak Guna Bangunan, maka apabila perusahaan yang bersangkutan
menghendaki, perolehan tanahnya dapat dilakukan melalui pemindahan hak dengan
mengubah hak atas tanah tersebut menjadi Hak Guna Bangunan.
Penyerahan atau pelepasan hak atas tanah untuk keperluan
perusahaan dalam rangka pelaksanaan Izin Lokasi dilakukan oleh pemegang hak
atau kuasanya dengan pernyataan penyerahan atau pelepasan hak atas tanah yang
dibuat di hadapan Kepala Kantor Pertanahan setempat.
Sebagai tambahan, apabila diperlukan sebelum dilaksanakan
penyerahan atau pelepasan hak atas tanah dapat diadakan perjanjian kesediaan
menyerahkan atau melepaskan hak atas tanah yang berisi kesepakatan bahwa,
dengan menerima ganti kerugian, pemegang hak bersedia:
1. Menyerahkan tanah
Hak Miliknya sehingga tanah tersebut jatuh pada Negara; atau
2. Melepaskan Hak
Guna Usaha, Hak Guna Bangunan atau Hak Pakainya sehingga tanah tersebut menjadi
tanah Negara, untuk kemudian diberikan kepada perusahaan dengan hak atas tanah
yang sesuai dengan keperluan perusahaan tersebut untuk menjalankan usahanya.
Catatan:
Jika tanah yang diperlukan perusahaan merupakan tanah Negara
yang dipakai oleh pihak ketiga, maka pihak yang memakai tanah tersebut
melepaskan semua hubungannya dengan tanah yang bersangkutan sehingga tanah itu
menjadi tanah Negara yang dapat diberikan dengan hak atas tanah yang sesuai
kepada perusahaan.
Penyerahan atau pelepasan hak atas tanah melalui penyerahan
atau pelepasan hak atas tanah untuk keperluan persahaan ini dilakukan setelah
diserahkannya kepada Kantor Pertanahan setempat sertipikat tanah yang
bersangkutan, atau jika hak tanah yang bersangkutan berlum bersertipikat,
setelah dilakukan inventarisasi dan pengumuman dan penyerahan surat-surat asli
bukti kepemilikan tanah yang bersangkutan.
Terhadap tanah yang sudah diserahkan atau dilepaskan haknya,
Perusahaan wajib segera mengajukan permohonan hak yang sesuai dengan keperluan
usahanya.
DAFTAR PUSTAKA
Prof.
Boedi harsono, 2008, Hukum Agraria
Indonesia, Penerbit Djambatan, Jakarta.
Comments
Post a Comment